Jumat, 03 Februari 2012

Kota Metropolitan Penguji Iman

Korelasi antara pengelolaan dan tata ruang kota besar,  budaya yang berkembang dan pola-pola  hidup bersama inilah yang perlu disimak bila hendak membangun PUBER yang sejati. Dalam kaitan ini, menurut penulis, perlu ada pemaknaan  teologis-filosofis terhadap  kota-kota besar serta berbagai dampak kebudayaan yang ditimbulkannya. Kota-kota besar dalam catatan Alkitab dan  para teolog terkemuka cenderung dipandang sebagai tempat-tempat yang menciptakan  proses dehumanisasi dan bukan humanisasi walaupun  kota-kota tumbuh untuk menjawab kebutuhan ekonomis, budaya dan politis. Kota-kota besar juga mendorong kepada proses sekularisasi antara lain terlepasnya manusia dari ikatan-ikatan primordial seperti ras, suku, tradisi budaya dan agama. Mengutip Harvey Cox, pertumbuhan kota-kota mendorong perubahan besar dalam hal cara orang memandang manusia, hidup bersama serta berkaitan dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Menurut penulis, di tengah-tengah kondisi dehumanisasi kehidupan kota-kota besar itulah perlu disiasati peluang-peluang “common good” untuk menbangun kehidupan bersama yang manusiawi. Dalam kerangka ini penulis menggarisbawahi bahwa murid-murid Yesus membangun PUBER-PUBER  sejati baik di desa maupun di kota.  Sebutan “kota Daud” menjadi penanda bahwa ada gerakan spiritualitas yang menempatkan kota besar dalam terang pengharapan. Membangun PUBER atau merevitalisasi yang telah ada merupakan strategi-strategi memanusiakan hidup bersama di kota besar yang dimulai dari skala komunitas kecil. PUBER pertama-tama bukanlah organisasi mapan dengan gedung besar melainkan paguyuban-paguyuban  umat beriman (oikoumenis maupun lintas agama) yang tak semata mengarahkan gerak kepada dirinya sendiri tetapi juga terulur ke luar untuk merangkul kepedulian dan persaudaraan yang inklusif.
De facto, kota-kota besar kini merupakan  realitas yang telah hadir dan terus berkembang berikut berbagai sisi negatif dalam gerak kehidupannya.  Perlu disiasati bagaimakah pola-pola yang dipandang negatif dari kehidupan kota metropolitan dimaknai oleh umat beriman bagi pengembangan  PUBER sejati.  Untuk pemaknaan ini, penulis mencoba menarik analogi-analogi beberapa pola kehidupan kota besar antara lain:  () Perjalanan yang dipandang terbuang  percuma di jalan-jalan kota besar paralel dengan   ziarah iman  untuk terus berjalan mencari kehendak Allah.  Abraham, Yakub, Musa, Yesus, adalah tokoh-tokoh pengembara sekaligus pembangun PUBER pada zamannya.  ()  Perubahan-perubahan yang pesat dan ketergegasan hidup di kota metropolitan paralel dengan hidup PUBER yang dinamis,  senantiasa bergerak dan terarah untuk merespons.   Sebagaimana diserukan oleh Yeremia, “usahakanlah kesejahteraan kota ke mana aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.” (29: 7).  Yunus  pun diutus ke kota Niniwe, sebuah kota besar pada zamannya yang mengalami proses dehumanisasi kehidupan bersama. Model-model PUBER dari gereja-gereja  di negara lain seperti Brasil dicoba paparkan oleh penulis sebagai pembanding. Komunitas-komunitas basis di Brasil adalah model PUBER yang mendorong kepada proses empowerment rakyat yang tertindas dan marjinal,  yaitu paguyuban-paguyuban kecil umat beriman yang sering berkumpul dan secara kritis berbagi banyak hal tentang masalah, tantangan, pengalaman hidup mereka dengan motivasi iman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar