Minggu, 29 Juni 2014

Undang - undang ITE

Pada pembahasan sebelumnya, penulis membahas tentang beberapa kasus pelanggaran etika dunia maya, diantara nya adalah kasus bersiterunya Farhat Abbas dan Ahmad Al Gazali alias Al. Persiteruaan yang awalnya dimulai oleh kicauan Farhat di Twitter mengenai kasus kecelakaan yang melibatkan adik dari Ahmad Al Gazali alias Al yaitu Abdul Qadir Jaelani alias Dul. Awalnya Farhat pada Kamis, 22 November 2013 berkiacau pada akun Twiiter miliknya:  “Hanya patung yang enggak marah saat anak kecil terbangkan mobil tewaskan tujuh manusia, dan tinggalkan masa depan & duka keluarga korban. #kurangAjar.”
Tidak berhenti di situ, Farhat melanjutkan kicauannya: “Posisi gue cuma marah atas tujuh nyawa melayang diterbang mobil Dul, anak Dhani! Posisi mereka pembunuh nyawa-nyawa itu, #berpikirlah #nyadarDong.”

Selanjutnya, Farhat juga menuliskan: “Dhani gue ejek, karena anak Dhani nabrak mati tujuh nyawa! Janji manis bertanggungjawab, tragisnya ngaku bangkrut! #makanTuhJanji.”
“Enggan tepati janji, bapak kecil anak kecil itu ngaku bangkrut tanpa sumpah pocong, niat & hatinya kecil, #kecilbanget.”“Dhani sekeluarga dimaki mah maklumin saja! Tujuh nyawa melayang ulah mobil terbang! Mau senyum?! #IndonesiaMarah.”Jika sebelumnya, Jumat, 5 Oktober lalu, putra bungsu Ahmad Dhani, AQJ, menanggapi santai berbagai cuitan dari Farhat mengenai kecelakaan maut yang menimpanya, kini Al, putra sulung Ahmad Dhani, mulai terpancing dengan kicauan Farhat. Dia menilai Farhat seperti seorang banci.Farhat tidak merasa terusik dengan komentar Al tersebut. Dia juga tidak merasa bersalah dengan cuitannya di Twitter. "Enggak ada yang salah, anak Dhani kan emang menabrak tujuh orang sampai meninggal. Nah, sekarang janji Dhani kepada semua keluarga korban mana? Malah katanya Dhani sekarang bangkrut".
  • Dalam konten yang dipermasalahkan harus ada kejelasan identitas orang yang dihina. Identitas tersebut harus mengacu kepada orang pribadi tertentu dan bukan kepada pribadi hukum, bukan pula ditujukan kepada orang secara umum, atau kepada sekelompok orang berdasarkan suku, agama, ras, atau golongan.
  • Identitas dapat berupa gambar (foto), username, riwayat hidup seseorang, atau informasi lain lain yang berhubungan dengan orang tertentu yang dimaksud.
  • Dalam hal identitas yang dipermasalahkan bukanlah identitas asli maka perlu ditentukan bahwa identitas tersebut memang mengacu pada korban, dan bukan pada orang lain.
  • Identitas tersebut – meskipun bukan identitas asli – diketahui oleh umum bahwa identitas tersebut mengacu pada orang yang dimaksud (korban) dan bukan orang lain.
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 sampai Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain"
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).





Akibat perbuatannya, Farhat Abbas melanggar UU ITE pasal 27 ayat3 : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Khusus Pasal 27 ayat (3) UU ITE, pada esensinya penghinaan atau pencemaran nama baik ialah menyerang kehormatan, nama baik, atau martabat seseorang.Unsur “muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengacu pada KUHP. Esensi penghinaan atau pencemaran nama baik dalam UU ITE dan KUHP ialah tindakan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan maksud untuk diketahui oleh umum. Oleh karena itu, perbuatan mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya dalam pasal ini haruslah dimaksudkan untuk menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan maksud untuk diketahui oleh umum.
Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Konstitusi bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Oleh karena itu, Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dimungkinkan diterapkan terhadap organisasi atau institusi.

Orang tersebut haruslah pribadi kodrati (naturlijk persoon) dan bukan pribadi hukum (rechts persoon). Pribadi hukum tidak mungkin memiliki perasaan terhina atau nama baiknya tercemar mengingat pribadi hukum merupakan abstraksi hukum. Meskipun pribadi hukum direpresentasikan oleh pengurus atau wakilnya yang resmi, tetapi delik penghinaan hanya dapat ditujukan pada pribadi kodrati, sama seperti pembunuhan atau penganiayaan. 

Delik penghinaan dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE bersifat subjektif. Maksudnya, perasaan telah terserangnya nama baik atau kehormatan seseorang ialah hak penuh dari korban. Korbanlah yang dapat menentukan bagian mana dari Informasi atau Dokumen Elektronik yang menyerang kehormatan atau nama baiknya. Akan tetapi, penilaian subjektif ini harus diimbangi dengan kriteria-kriteria yang lebih objektif.
Dalam mempermasalahkan konten yang diduga memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. (Sitompul, 2012)
Dalam hal pelaku tidak menuliskan identitas kepada siapa kalimat tersebut ditujukan, maka konten tersebut bukan merupakan penghinaan yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Apabila ada seseorang yang merasa bahwa kalimat tersebut ditujukan untuk dirinya maka – kecuali pelaku mengaku demikian – diperlukan usaha yang besar untuk mengaitkan antara konten serta tujuan penulisannya dan korban.
Kriteria yang lebih objektif untuk menilai hubungan antara muatan dari informasi atau dokumen elektronik yang dianggap menghina atau mencemarkan nama baik seseorang dan korban dapat dibangun berdasarkan konten dan konteks dari tiap-tiap kasus. Konten yang dipermasalahkan dapat dinilai dari sisi bahasa. Sedangkan konteks dapat dinilai dari sisi sosial maupun psikologi.
Lebih lanjut, secara pragmatis, dalam penerapan Pasal 27 ayat (3) UU ITE hanya korban yang dapat merasakan bagian mana dari suatu pernyataan yang menghina atau mencemarkan nama baiknya. Tidak ada seorangpun yang dapat mewakili korban yang dapat menyatakan sama seperti yang dirasakan oleh korban tanpa korban sendiri yang memberitahukan kepadanya secara langsung. Itulah sebabnya, secara pragmatis, pengurus atau wakil resmi dari institusi atau badan usaha tidak mungkin mengatakan mana dari pernyataan yang menghina atau mencemarkan nama baik instansi atau institusi – sebagai korban.
Kesimpulannya, menerapkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE selain ditujukan terhadap manusia sebagaimana dimaksudkan pada pembentukannya sejak awal, merupakan suatu penyimpangan yang memiliki konsekuensi baik secara hukum maupun secara sosial dan kontraproduktif terhadap perlindungan hak asasi manusia yang lain, khususnya kebebasan mengemukakan pendapat (freedom of speech).

Adapun pasal-pasal lain yang terkaait dengan wacana ini adalah:
Pasal 45 UU ITE
Masih ada pasal lain dalam UU ITE yang terkait dengan pencemaran nama baik dan memiliki sanksi pidana dan denda yang lebih berat lagi, perhatikan pasal 36 UU ITE.
Pasal 36 UU ITE
Misalnya, seseorang yang menyebarluaskan informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain akan dikenakan sanksi pidana penjara maksimum 12 tahun dan/atau denda maksimum 12 milyar rupiah (dinyatakan dalam Pasal 51 ayat 2)
Pasal 51 ayat (2) UU ITE


sumber : http://warungcyber.web.id/?p=157 http://www.p2kp.org/pengaduandetil.asp?mid=740&catid=6&

Senin, 05 Mei 2014

Stress Testing-Apache Jmeter

Stress testing adalah pengujian atau testing guna mengetahui dan mengukur kemampuan software dalam menangani suatu kondisi yang tidak normal dari sisi volume ataupun kuantitas. Misalkan untuk mengetahui dan mengukur kekuatan sebuah website dalam menangani pengunjung dalam satu waktu secara bersamaan. Website tersebut setelah ditest diketahui maksimal 10.000 pengujung perdetik secara bersamaan.
Secara umum Apache Jmeter adalah sebuah tools yang memiliki fungsi sebagai berikut :
· Sebuah Tool atau alat yang digunakan untuk melakukan performace test pada sebuah software.
· Apache Jmeter dapat memberikan request dalam jumlah yang sangat banyak secara bersamaan dalam satu waktu pada server
· Apache Jmeter dapat memberikan Analisa dan Laporan dari hasil pengujian
Berikut ini adalah requirement yang dibutuhkan untuk menjalankan Apache JMeter, yaitu :
· JRE (Java Runtime Enviroment) >= 1.6
· Operating Systems Unix (Solaris, Linux, etc), Windows (98, NT, XP, etc)
Test plan adalah sebuah perencanaan atau scenario untuk melakukan sebuah testing, berikut ini adalah contoh dalam melakukan test plan, yaitu :
1. Melakukan stress test pada sebuah form
2. Stress plan yang akan diberikan pada form tersebut adalah harus mampu menangani 10 request secara bersamaan dalam 1 detik
3. Menyiapkan data untuk testing dengan menggunakan format csv, symbol semicolon atau titik-koma digunakan sebagai pemisah data, contoh:
· Input teks nama (sebelum semicolon ke-1)
· Select flag (sebelum semicolon ke-2)
· Tombol simpan
4. Buka Apache Jmeter
5. Membuat thread, thread adalah sebuah kasus yang akan ditest
· Name adalah nama thread
· Number of Threads adalah pengunjung user yang mengakses dalam satu periode
· Ramp-Up Periode adalah jangka waktu setiap periode
· Loop Count adalah jumlah pengulangan thread
6. Merekam aktivitas, merekam adalah proses yang dilakukan oleh Jmeter untuk mencatat/merekam halaman web/form aplikasi yang akan ditest pada thread tersebut
7. Load data, load data proses adalah untuk memasukan data berformat *.csv yang telah kita siapkan sebelumnya agar dapat dibaca oleh Jmeter
8. Mengaktifkan reporting testing, aktifkan View Result Tree untuk menampilkan laporan yang berisikan informasi dari setiap proses testing yang dilakukan oleh Jmeter
9. Run stress testing
10. Membaca hasil testing



sumber : http://pribadiwidianto.blogspot.com.au/2011/12/stress-testing-apache-jmeter.html

Rabu, 30 April 2014

Kasus Pelanggaran Etika Dunia Maya 2

Farhat Abbas kembali menjadi sorotan. Bagaimana tidak, kicauannya di Twitter memancing kemarahanAhmad Al Gazali alias Al, anak pertama Ahmad Dhani. Bermula dari kicauan Farhat dalam akunnya, @farhatabbaslaw, pada Kamis, 22 November 2013:  “Hanya patung yang enggak marah saat anak kecil terbangkan mobil tewaskan tujuh manusia, dan tinggalkan masa depan & duka keluarga korban. #kurangAjar.”

Tidak berhenti di situ, Farhat melanjutkan kicauannya: “Posisi gue cuma marah atas tujuh nyawa melayang diterbang mobil Dul, anak Dhani! Posisi mereka pembunuh nyawa-nyawa itu, #berpikirlah #nyadarDong.”

Selanjutnya, Farhat juga menuliskan: “Dhani gue ejek, karena anak Dhani nabrak mati tujuh nyawa! Janji manis bertanggungjawab, tragisnya ngaku bangkrut! #makanTuhJanji.”

“Enggan tepati janji, bapak kecil anak kecil itu ngaku bangkrut tanpa sumpah pocong, niat & hatinya kecil, #kecilbanget.”

“Dhani sekeluarga dimaki mah maklumin saja! Tujuh nyawa melayang ulah mobil terbang! Mau senyum?! #IndonesiaMarah.”

Jika sebelumnya, Jumat, 5 Oktober lalu, putra bungsu Ahmad Dhani, AQJ, menanggapi santai berbagai cuitan dari Farhat mengenai kecelakaan maut yang menimpanya, kini Al, putra sulung Ahmad Dhani, mulai terpancing dengan kicauan Farhat. Dia menilai Farhat seperti seorang banci.

Farhat tidak merasa terusik dengan komentar Al tersebut. Dia juga tidak merasa bersalah dengan cuitannya di Twitter. "Enggak ada yang salah, anak Dhani kan emang menabrak tujuh orang sampai meninggal. Nah, sekarang janji Dhani kepada semua keluarga korban mana? Malah katanya Dhani sekarang bangkrut,"

Akibat perbuatannya, Farhat Abbas melanggar UU ITE pasal 27 ayat 3. Tentu dalam dunia maya juga terdapat etika yang harus diperhatikan, kita tidak boleh sembarang mengeluarkan komentar, menyindir atau menyinggung orang lain dalam dunia maya, karena akan berakibat pada pelanggaran UU ITE.


sumber : http://www.tempo.co/read/news/2013/11/26/219532526/Kicauan-Farhat-Abbas-Kembali-Menuai-Konflik

Kasus Pelanggaran Etika Dunia Maya 1

Kasus-kasus yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari  “etika dan profesionalisme   dibidang     IT” salah satu contohnya ada di bawah ini :
Lagi-lagi twitter bikin heboh,kali ini adalah Marsha Saphira Siswi SMA Bakti Mulya 400 yang menjadi ternding topics di twitter.Lalu apa yang menjadi heboh? Awalnya, dia mengejek seorang pemilik akun karena memposting status berbahasa Inggris.
Berikutnya, Marsha makin galak. Kali ini dia mengejek mereka yang bersekolah di sekolah negeri: ” Sorry ya gw sekolahnya di sekolah swasta bukan dinegri2 yg kampung2” tullisnya. Di kali lain, dia membanggakan sekolahnya. ”Gak mampu kan elu masuk sini?”
Tak ayal, saling ejek ini segera makin marak. Ratusan pemilik akun lain ikutan nimbrung. Sebagian besar mereka menghajar Marsha. @iqbibal misalnya menulis: ”Ini anak siapa sih? Anak presiden saja gak begitu”. Tapi yang membela pun ada. ”Gue sih dukung @marshaaaw abis,” kata @jengade, salah satu pemilik akun lain.
Penyelesaian : Sesuai dengan tema yang kita buat dalam hal beretika dibidang Teknologi dan Informasi perbuatan tersebut melanggar UU ITE pasal 27 ayat 3 karena marsha sang pengguna account twitter melakukan kegiatan penghinaan terhadap institusi lain di internet, seharusnya marsha menggunakan etika yang baik dalam berbahasa di internet karena kalau sedikit saja menggunakan bahasa yang tidak sopan akan merugikan dirinya sendiri, dia akan melanggar UU ITE yang mengatur penggunaan bahasa dalam berinternet dan juga marsha telah melanggar UU ITE pasal 28 ayat 2 karena dia telah menimbukan kebencian terhadap orang lain, sebagai warga indonesia yang baik dia seharusnya tetap menjaga etika dan sopan santun dimanapun berada serta menjaga kerukunan antar masyarakat sehingga tidak menimbulkan permusuhan antar masyarakat.


sumber : http://blogtugasgundar.blogspot.com/2012/03





Senin, 17 Maret 2014

Etika Profesi Pengacara

Kepribadian Advokat/Penasehat Hukum

Advokat/Penasehat Hukum adalah warganegara Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia demi tegaknya hukum, setia kepada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
1. Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya wajib untuk selalu menjunjung tinggi hukum, kebenaran dan keadilan.
2. Advokat/Penasehat Hukum harus bersedia memberi nasehat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukannya tanpa membeda-bedakan kepercayaan, agama, suku, jenis kelamin, keturunan, kedudukan sosial dan keyakinan politiknya.
3. Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan perkerjaannya tidak semata-mata mencari imbalan materiil, tetapi diutamakan bertujuan untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab.
4. Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya bekerja dengan bebas dan mendiri tanpa pengaruh atau dipengaruhi oleh siapapun.
5. Advokat/Penasehat Hukum wajib memperjuangkan serta melindungi hak-hak azasi manusia dan kelestarian lingkungan hidup dalam Negara Hukum Republik Indonesia.
6. Advokat/Penasehat Hukum wajib memiliki sikap setia kawan dalam memegang teguh rasa solidaritas antara sesama sejawat.
7. Advokat/Penasehat Hukum wajib memberikan bantuan pembelaan hukum kepada sejawat Advokat/Penasehat Hukum yang disangka atau didakwa dalam suatu perkara pidana oleh yang berwajib, secara sukarela baik secara pribadi maupun atas penunjukkan/permintaan organisasi profesi.
8. Advokat/Penasehat Hukum tidak dibenarkan melakukan perkerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat Advokat/Penasehat Hukum dan harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat/Penasehat Hukum sebagai profesi terhormat (officium nobile).
9. Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan tugas pekerjaannya harus bersikap sopan santun terhadap para pejabat hukum, terhadap sesama sejawat Advokat/Penasehat Hukum dan terhadap masyarakat, namun ia wajib mempertahankan hak dan martabat Advokat/Penasehat Hukum di mimbar manapun.
10. Advokat/Penasehat Hukum berkewajiban membela kepetingan kliennya tanpa rasa takut akan menghadapi segala kemungkinan resiko yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi profesi baik resiko atas dirinya atau pun orang lain.

Cara Bertindak Dalam Menangani Perkara

1. Advokat/Penasehat Hukum bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapatnya yang dikemukakan dalam sidang pengadilan, dalam rangka pembelaan suatu perkara yang menjadi tanggung jawabnya, baik dalam sidang terbuka maupun sidang tertutup, yang diajukan secara lisan atau tertulis, asalkan pernyataan atau pendapat tersebut dikemukakan secara proporsional dan tidak berlebihan dengan perkara yang ditanganinya.
2. Advokat/Penasehat Hukum mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo) bagi orang yang tidak mampu, baik dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana bagi orang yang disangka/didakwa berbuat pidana baik pada tingkat penyidikan maupun di muka pengadilan, yang oleh pengadilan diperkenankan beracara secara cuma-cuma.
3. Surat-surat yang dikirim oleh Advokat/Penasehat Hukum kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara, tidak dibenarkan ditunjukkan kepada Hakim, kecuali dengan izin pihak yang yang mengirim surat tersebut.
4. Surat-surat yang dibuat dengan dibubuhi catatan “SANS PREJUDICE “, sama sekali tidak dibenarkan ditunjukkan kepada Hakim.
5. Isi pembicaraan atau korespondensi kearah perdamaian antara Advokat/ Penasehat Hukum akan tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai alasan terhadap lawan dalam perkara di muka pengadilan.
6. Advokat/Penasehat Hukum tidak dibenarkan menghubungi saksi-saksi pihak lawan untuk didengar keterangan mereka dalam perkara yang bersangkutan.
7. Dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat/Penasehat Hukum hanya dapat menghubungi Hakim bersama-sama denganAdvokat/Penasehat Hukum pihak lawan.
8. Dalam hal meyampaikan surat hendaknya seketika itu juga dikirim kepada Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan tembusan suratnya.
9. Dalam suatu perkara pidana yang sedang berjalam di pengadilan, Advokat/ Penasehat Hukum dapat menghubungi Hakim bersama-sama dengan Jaksa Penuntut Umum.
10. Advokat/Penasehat Hukum tidak diperkenankan menambah catatan-catatan pada berkas di dalam atau di luar sidang meskipun hanya bersifat “informandum”, jika hal itu tidak diberitahukan terlebih dahulu kepada Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan dengan memberikan waktu yang layak, sehingga teman sejawat tersebut dapat mempelajari dan menanggapi catatan yang bersangkutan.


sumber : http://liautami.wordpress.com/2013/10/18/etika-profesi-pengacara/