“Telematika” adalah istilah bahasa Indonesia yang kita (stakeholders) create sendiri,
yaitu merupakan konvergensi dari:
Tele=”Telekomunikasi”
ma=”Multimedia”
tika=”Informatika”, atau konvergensi dari “3C”, “content”, “Computing”, and “Communication”.
Telematika merupakan teknologi komunikasi jarak jauh, yang menyampaikan informasi satu arah, maupun timbal balik, dengan sistem digital. pengertian Telematika sendiri lebih mengacu kepada industri yang berhubungan dengan penggunakan komputer dalam sistem telekomunikasi. Yang termasuk dalam telematika ini adalah layanan dial up ke Internet maupun semua jenis jaringan yang didasarkan pada sistem telekomunikasi untuk mengirimkan data. Internet sendiri merupakan salah satu contoh telematika.
Contoh Telematika adalah :
a) Integrasi antara sistem telekomunikasi dan informatika yang
dikenal sebagai Teknologi Komunikasi dan Informatika atau ICT
(Information and Communications Technology). Secara lebih spesifik, ICT
merupakan ilmu yang berkaitan dengan pengiriman, penerimaan dan
penyimpanan informasi dengan menggunakan peralatan telekomunikasi.
b) Secara umum, istilah telematika dipakai juga untuk teknologi
Sistem Navigasi/Penempatan Global atau GPS (Global Positioning System)
sebagai bagian integral dari komputer dan teknologi komunikasi berpindah
(mobile communication technology). Secara lebih spesifik, istilah
telematika dipakai untuk bidang kendaraan dan lalulintas (road vehicles
dan vehicle telematics).
Jadi telematika itu sendiri dapat diartikan sebagai sistem jaringan
komunikasi jarak jauh dengan teknologi informasi yang lebih mengacu
kepada industri yang berhubungan dengan penggunakan komputer dalam
sistem telekomunikasi. Salah satu contoh telematika yaitu internet.
Istilah telematika juga sering dipakai untuk beberapa macam bidang, seperti :
Istilah telematika juga sering dipakai untuk beberapa macam bidang, seperti :
- Integrasi antara sistem telekomunikasi dan informatika yang dikenal sebagai Teknologi Komunikasi dan Informatika atau ICT (Information and Communications Technology). Secara lebih spesifik, ICT merupakan ilmu yang berkaitan dengan pengiriman, penerimaan dan penyimpanan informasi dengan menggunakan peralatan telekomunikasi.
- Secara umum, istilah telematika dipakai juga untuk teknologi Sistem Navigasi/Penempatan Global atau GPS (Global Positioning System) sebagai bagian integral dari komputer dan teknologi komunikasi berpindah (mobile communication technology).
- Secara lebih spesifik, istilah telematika dipakai untuk bidang kendaraan dan lalulintas (road vehicles dan vehicle telematics).
Dalam telematika, ada yang disebut sebagai Computer Vision. Apa itu Computer Vision? Watch and learn.
Computer Vision adalah ilmu dan teknologi mesin yang melihat, di mana
mesin mampu mengekstrak informasi dari gambar yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas tertentu. Sebagai suatu disiplin ilmu,
visi komputer berkaitan dengan teori di balik sistem buatan bahwa
ekstrak informasi dari gambar. Data gambar dapat mengambil banyak
bentuk, seperti urutan video, pandangan dari beberapa kamera, atau data
multi-dimensi dari scanner medis. Sedangkan sebagai disiplin teknologi, computer vision berusaha untuk menerapkan teori dan model untuk pembangunan sistem computer vision.
Computer Vision didefinisikan sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan
yang mempelajari bagaimana komputer dapat mengenali obyek yang diamati.
Cabang ilmu ini bersama Artificial Intelligence akan mampu
menghasilkanVisual Intelligence System. Perbedaannya adalah Computer Vision lebih mempelajari bagaimana komputer dapat mengenali obyek yang diamati. Namun
komputer grafik lebih ke arah pemanipulasian gambar (visual) secara
digital. Bentuk sederhana dari grafik komputer adalah grafik komputer 2D
yang kemudian berkembang menjadi grafik komputer 3D, pemrosesan citra,
dan pengenalan pola. Grafik komputer sering dikenal dengan istilah visualisasi data.
Computer Vision adalah kombinasi antara :
- Pengolahan Citra (Image Processing), bidang yang berhubungan dengan proses transformasi citra/gambar (image). Proses ini bertujuan untuk mendapatkan kualitas citra yang lebih baik.
- Pengenalan Pola (Pattern Recognition), bidang ini berhubungan dengan proses identifikasi obyek pada citra atau interpretasi citra. Proses ini bertujuan untuk mengekstrak informasi/pesan yang disampaikan oleh gambar/citra.
Beberapa aplikasi yang dihasilkan dari Computer Vision antara lain :
- Psychology, AI
- Optical Character Recognition
- Remote Sensing
- Medical Image Analysis
- Industrial Inspection
- Robotic
Baiklah. Setelah berbasa-basi, saatnya menuju topik utama. Topik utama nya adalahRemote Sensing dimana pembahasannya akan lebih dipersempit ke bidang perikanan. Berikut pembahasannya.
Teknologi Remote Sensing (Penginderaan Jauh / Inderaja) di Bidang Perikanan
Sebagaimana diketahui bahwa dua pertiga bagian dunia adalah lautan,
begitu pula dengan wilayah Indonesia terdiri dari 62% ( ± 3,1 juta km2)
berupa laut dan daerah pesisir. Karena negara Indonesia dilalui oleh
garis khatulistiwa, mempunyai karakteristik yang unik karena di wilayah
perairan tersebut sering terjadi interaksi antara massa air yang datang
dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pertemuan massa air dari
kedua samudera tersebut terdapat pada daerah-daerah wilayah perairan
laut Indonesia.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia menghadapi beberapa kendala, contohnya antara lain kondisi masyarakat pesisir, khususnya nelayan yang masih termarginalkan, adanya gejala overfishing di beberapa wilayah perairan, atau adanya pencurian ikan oleh armada nelayan asing. Dan bila dicari hubungan dari beberapa kasus tersebut tampaknya dapat ditarik benang merah antara kemiskinan nelayan dan gejala overfishing serta pencurian ikan, yang antara lain disebabkan kurangnya informasi atau ketidak tahuan nelayan mengenai daerah-daerah surplus perikanan yang sifatnya sudah tentu sangat seasonable dan conditional. Kurangnya informasi ini menyebabkan terjadinya rutinitas penangkapan ikan pada areal yang sama, sementara di lain tempat nelayan asing yang sudah mempunyai informasi yang handal menangkap ikan di daerah yang surplus yang seharusnya menjadi hak nelayan lokal. Tidak bisa dipungkiri peran iptek sangat kental sekali disini, dimana tanpa adanya dukungan iptek yang handal akan sulit bagi nelayan untuk dapat keluar dari lingkaran kemiskinan yang selama ini mengelilingi mereka. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba mengkaji dukungan teknologi yang menyangkut informasi kepada nelayan lokal, sehingga mereka dapat mengetahui dengan pasti wilayah perairan yang surplus ikan.
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia menghadapi beberapa kendala, contohnya antara lain kondisi masyarakat pesisir, khususnya nelayan yang masih termarginalkan, adanya gejala overfishing di beberapa wilayah perairan, atau adanya pencurian ikan oleh armada nelayan asing. Dan bila dicari hubungan dari beberapa kasus tersebut tampaknya dapat ditarik benang merah antara kemiskinan nelayan dan gejala overfishing serta pencurian ikan, yang antara lain disebabkan kurangnya informasi atau ketidak tahuan nelayan mengenai daerah-daerah surplus perikanan yang sifatnya sudah tentu sangat seasonable dan conditional. Kurangnya informasi ini menyebabkan terjadinya rutinitas penangkapan ikan pada areal yang sama, sementara di lain tempat nelayan asing yang sudah mempunyai informasi yang handal menangkap ikan di daerah yang surplus yang seharusnya menjadi hak nelayan lokal. Tidak bisa dipungkiri peran iptek sangat kental sekali disini, dimana tanpa adanya dukungan iptek yang handal akan sulit bagi nelayan untuk dapat keluar dari lingkaran kemiskinan yang selama ini mengelilingi mereka. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba mengkaji dukungan teknologi yang menyangkut informasi kepada nelayan lokal, sehingga mereka dapat mengetahui dengan pasti wilayah perairan yang surplus ikan.
Teknologi ini antara lain adalah teknologi penginderaan jauh atau remote
sensing, suatu teknologi yang telah banyak digunakan negara-negara
maju, seperti armada perikanan jepang, untuk pengelola dan memanfaatkan
potensi sumberdaya perikanan mereka. Teknologi pada dasarnya
memanfaatkan gejala alam, yang dengan akal pikiran manusia dapat
diterjemahkan ke dalam suatu bentuk iptek (pengetahuan), yang digunakan
semaksimal mungkin untuk kesejahteraan umat manusia, khususnya nelayan.
Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat kontribusi fenomena
alam pada perkembangan teknologi remote sensing (penginderaan jauh /
inderaja), serta bagaimana dukungan teknologi ini terhadap produktivitas
perikanan. Karena pada prinsipnya adanya teknologi inderaja ini
diharapkan dapat memperluas informasi perikanan kepada nelayan sehingga
kesejahteraannya kehidupannya dapat ditingkatkan.
Dalam kaitannya dengan teknologi inderaja, fenomena merambatnya
(propagation) energi matahari ke bumi dan reaksi dari obyek-obyek di
bumi terhadap energi matahari tersebut (obyek di bumi dapat
memantulkan/reflected, memancarkan/emitted, mengalirkan/transmitted
maupun menyerap/ absorbed energi matahari yang datang padanya), menjadi
unsur utama yang harus ditelaah dan dapat membuahkan ilmu. Selain itu,
angkasa luar beserta fenomenanya, yaitu tidak adanya gaya gravitasi,
karakteristik planet-planet di alam semesta maupun perputaran bumi pada
porosnya membuat manusia menciptakan satelit yang mengorbit di angkasa
luar, sama seperti planet-planet di alam tersebut. Kemudian untuk
menghubungkan fenomena energi matahari dengan perkembangan teknologi
satelit ini, manusia menciptakan alat optik yang diletakan pada satelit
dan dapat merekam energi matahari yang dipantulkan (reflected) , diserap
(absorbed) maupun di pancarkan (emitted) oleh obyek-obyek di bumi.
Sehingga terjadilah apa yang disebut dengan teknologi inderaja optik
(optical remote sensing) yang antara lain dapat menggunakan wahana
satelit sebagai sarananya atau dikenal dengan sebutan satellite remote
sensing. Fenomena yang terjadi di alam pada dasarnya mengacu pada kaidah
bahwa energi matahari yang berinteraksi dengan obyek-obyek di bumi ini
berada pada kisaran gelombang elektromagnetik tertentu (sebagaimana
dijelaskan pada Gambar 1).
Dalam perjalanannya, sebagian dari energi ini akan dipantulkan oleh
partikel debu maupun molekul air ataupun mengalami refraksi (scattered
radiation) pada lapisan atmosfir. Sementara sebagian dapat berinteraksi
dengan bumi dan dapat dipantulkan (reflected energy), diserap (absorbed
energy), ataupun dialirkan ke lapisan lain (transmitted energy). Data
yang dipantulkan obyek di bumi (disebut sebagai nilai reflectance) ini
yang direkam oleh sensor pada satelit, dikirim ke stasiun bumi dan
diterjemahkan sebagai nilai kecerahan (brightness value) atau nilai
digital (digital value) saat disimpan pada computer compatible tape
(CCT) untuk pemanfaatan lebih lanjut (lihat Gambar 2).
Energi elektromagnetik yang dipantulkan, diserap, dialirkan maupun di
pancarkan ini sifatnya sangat bervariasi tergantung pada karakteristik
obyek-obyek di permukaan bumi tersebut. Keadaan ini menunjukan bahwa
setiap obyek dibumi mempunyai spectral respond (reaksi spektral) yang
berbeda. Hal inilah yang dimanfaatkan dalam sistim inderaja melalui
sistim sensor pada satelit yang juga mempunyai spectral sensitivity
(kepekaan terhadap spektral) tertentu sebagai dasar terbentuknya data
inderaja. Adapun karakteristik spektral dari beberapa unsur-unsur utama
di permukaan bumi, yaitu tumbuhan, tanah dan air dapat dilihat pada
Gambar 3.
Dengan
mengacu pada fenomena alam yang menunjukan adanya karakteristik obyek
di bumi yang sangat spesifik dalam merespond energi matahari (yang
berada pada spektrum elektromagnetik), yang antara lain ditunjukan pada
gambar 3. Dapat dilihat peranan spektrum tampak mata (visible spectrum)
untuk sumberdaya kelautan, yang ditunjukan oleh kurva reflectancenya
pada tubuh air. Spektrum ini mempunyai panjang gelombang berkisar antara
0.4-0.7 um, yang terdiri dari spektrum tampak mata biru (visible blue)
dengan panjang gelombang 0.4–0.5 um, spektrum tampak mata hijau (visible
green) dengan panjang gelombang 0.5–0.6 um dan spektrum tampak mata
merah (visible red) dengan panjang gelombang 0.6–0.7 um (Jensen, 1986;
Lillesand and Kiefer, 1987; Swain and Davis, 1978).
Kemampuan merambat (propagation) di dalam kolom air dari ketiga spektrum tampak mata tersebut dan reaksi spektralnya sangatlah beragam. Gelombang tampak mata biru (visible blue) mempunyai kemampuan rambat yang sangat tinggi, dimana gelombang ini dapat menebus lapisan air sampai ke dalaman 100 m (Nybakken, 1992). Gelombang tampak mata hijau (visible green) mempunyai kemampuan rambat (propagation) yang lebih pendek di dalam tubuh air dibandingkan dengan gelombang tampak mata biru (visible blue). Sedangkan gelombang tampak mata merah (visible red) merupakan gelombang yang terpendek dalam menebus lapisan kolom air. Di dalam kolom air gelombang tampak mata ini akan mengalami absorsi maupun transmisi. Dan apabila gelombang ini berinteraksi dengan materi yang berada di dalam kolom air barulah akan terjadi refleksi yang nilainya akan direkam oleh sensor pada satelit.
Kemampuan merambat (propagation) di dalam kolom air dari ketiga spektrum tampak mata tersebut dan reaksi spektralnya sangatlah beragam. Gelombang tampak mata biru (visible blue) mempunyai kemampuan rambat yang sangat tinggi, dimana gelombang ini dapat menebus lapisan air sampai ke dalaman 100 m (Nybakken, 1992). Gelombang tampak mata hijau (visible green) mempunyai kemampuan rambat (propagation) yang lebih pendek di dalam tubuh air dibandingkan dengan gelombang tampak mata biru (visible blue). Sedangkan gelombang tampak mata merah (visible red) merupakan gelombang yang terpendek dalam menebus lapisan kolom air. Di dalam kolom air gelombang tampak mata ini akan mengalami absorsi maupun transmisi. Dan apabila gelombang ini berinteraksi dengan materi yang berada di dalam kolom air barulah akan terjadi refleksi yang nilainya akan direkam oleh sensor pada satelit.
Adapun
kaitan antara fenomena alam dari gelombang elektromagnetik ini dengan
perikanan pada prinsipnya mengacu pada pangkal dari semua bentuk
kehidupan dalam laut, yaitu aktivitas fotosintetik tumbuhan akuatik.
Dimana dengan menggunakan bantuan energi cahaya matahari, dapat mengubah
senyawa-senyawa anorganik menjadi senyawa organik yang kaya energi dan
dapat menjadi sumber makanan bagi semua organisme laut (Nybakken, 1992).
Diantara semua tumbuhan akuatik fitoplanktonlah yang mengikat sebagian
besar energi matahari, dan menjadi dasar (level pertama) terbentuknya
rantai makanan dalam ekosistem bahari, dan sangat penting keberadaannya
bagi semua penghuni habitat bahari (Nybakken, 1992; Dupouy, 1991). Pada
dasarnya fitoplankton terdiri dari alga yang berukuran mikroskopik yang
berisikan pigment fotosintetik berwarna hijau, dan biasa disebut sebagai
klorofil (Dupouy, 1991). Klorofil yang berwarna hijau inilah yang pada
dasarnya menjadi sumber informasi perikanan laut karena keterkaitannya
yang erat dengan produktivitas primer perikanan, sehingga dapat
disimpulkan dimana terdapat konsentrasi klorofil yang tinggi disitu
terdapat juga konsentrasi biota atau ikan laut yang tinggi.
Dalam kaitannya dengan inderaja, klorofil merupakan obyek yang mudah dianalisa untuk memprediksi potensi perikanan laut. Karena unsur ini akan menyerap gelombang tampak mata biru dan memantulkan gelombang tampak mata hijau secara kuat. Sehingga ketika terjadi peningkatan kandungan klorofil, dapat dilihat adanya peningkatan energi yang dipantulkan oleh gelombang tampak mata hijau, dan penurunan pantulan gelombang tampak mata biru yang signifikan (Gambar 4)(Swain and Davis, 1978).
Dalam kaitannya dengan inderaja, klorofil merupakan obyek yang mudah dianalisa untuk memprediksi potensi perikanan laut. Karena unsur ini akan menyerap gelombang tampak mata biru dan memantulkan gelombang tampak mata hijau secara kuat. Sehingga ketika terjadi peningkatan kandungan klorofil, dapat dilihat adanya peningkatan energi yang dipantulkan oleh gelombang tampak mata hijau, dan penurunan pantulan gelombang tampak mata biru yang signifikan (Gambar 4)(Swain and Davis, 1978).
Contoh dari penerapan karakteristik spektrum tampak mata (visible
spectrum) untuk memprediksi produktivitas laut (marine productivities)
melalui konsentrasi klorofil salah dapat dilihat pada gambar 5. Dimana
warna hijau tampak sebagai reaksi dari spektrum tampak mata hijau yang
berinteraksi dengan Klorofil dan warna biru merupakan reaksi dari laut
yang berinteraksi dengan spektrum tampak mata biru, yang dalam
penelitian ini kedua unsur tersebut diberi warna berbeda, yaitu hitam
kecoklatan untuk laut dalam, biru untuk konsentrasi klorofil rendah dan
hijau untuk konsentrasi klorofil tinggi. Akan tetapi, fitoplankton atau
klorofil umumnya hanya menghuni suatu lapisan air permukaan yang tipis
dimana terdapat cukup cahaya matahari, dan mempunyai suhu yang relatif
homogen. Sedangkan zat hara anorganik yang dibutuhkan fitoplankton untuk
tumbuh dan berkembang biak terletak pada zona fotik yang terdapat jauh
dari permukaan dengan suhu yang berbeda jauh (lebih dingin) dengan suhu
permukaan. Sehingga dibutuhkan suatu mekanisme untuk mengangkat massa
air yang kaya akan hara ini ke permukaan sehingga dapat bercampur dengan
massa air permukaan dan dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk
tumbuh dan berkembang (Nybakken, 1992). Dalam hal ini perpindahan massa
air ke atas (upwelling), arus-arus divergensi dan arus-arus khusus, yang
menyebabkan terjadinya fenomena front dan eddie di laut, dapat
memindahkan dan mencampurkan kedua massa air yang berbeda suhu tersebut
dengan bantuan kekuatan angin. Upwelling merupakan penaikan massa air
laut dingin dan kaya nutrien ke lapisan di atasnya (Longhurst, 1988).
Front merupakan pertemuan dua massa air yang berbeda karakteristiknya,
misalnya pertemuan antara massa air laut Jawa yang agak panas dengan
massa air Samudera Hindia yang lebih dingin dan ditandai dengan gradient
suhu permukaan laut yang sangat jelas pada kedua sisi front (Hasyim dan
Salma, 1998). Berikut ini merupakan gambaran dari proses terjadinya
upwelling (Gambar 6).
Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai
akibat dari tingginya suplai nutrien yang berasal dari daratan melalui
limpasan air sungai, dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas
pantai. Meskipun demikian pada beberapa tempat masih ditemukan
konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi, meskipun jauh dari daratan.
Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses sirkulasi massa air yang
memungkinkan terangkutnya sejumlah nutrien dari tempat lain, seperti
yang terjadi pada daerah upwelling. Sedangkan eddie merupakan gerakan
air berpusar searah arus yang disebabkan adanya pertemuan massa air
panas dan dingin sehingga dapat tercipta cold ring (cold eddie) dan warm
ring (warm eddie) (Gambar 7) (Longhurst, 1988). Upwelling, front dan
eddie merupakan perangkap zat hara dari kedua massa air yang berbeda
suhu tersebut sehingga dapat merupakan feeding ground bagi jenis-jenis
ikan pelagis dan juga dapat menjadi penghalang bagi pergerakan migrasi
ikan karena pergerakan airnya yang sangat cepat dan bergelombang besar
(Hasyim dan Salma, 1998). Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan
stok ikan di ketiga tempat tersebut dan menjadi tempat yang ideal untuk
penangkapan ikan jenis pelagis. Dengan demikian suhu dapat menjadi salah
satu paramater yang dapat dimanfaatkan oleh sistim inderaja untuk
menduga stok ikan, yaitu dengan menggunakan gelombang thermal. Karena
obyek di bumi, termasuk tubuh air, juga merupakan sumber radiasi, dimana
obyek yang mempunyai suhu di atas nilai absolut 0oC akan memancarkan
energi panas ke atmosfir (Lillesand and Kiefer, 1987). Energi inilah
yang ditangkap oleh sensor thermal pada satelit untuk diterjemahkan
menjadi nilai digital pada citra satelit.
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi hasil tangkapan kan
khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya data dan informasi
mengenai kondisi oseanografi yang berkaitan erat dengan daerah potensi
penangkapan ikan. Armada penangkap ikan berangkat dari pangkalan bukan
untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan sehingga selalu
berada dalam ketidakpastian tentang lokasi yang potensial untuk
penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti.
Oleh karena itu, informasi mengenai daerah potensi penangkapan ikan
sangat diperlukan dalam pembangunan sektor perikanan, khususnya bagi
kegiatan penangkapan ikan. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui
kegiatan survei, eksplorasi dan penelitian-penelitian dengan menelaah
karakteristik serta variabilitas dari parameter oseanografi. Pengamatan
dan monitoring fenomena oseanografi dan sumberdaya hayati laut
memerlukan penggunaan serial data dalam selang waktu observasi tertentu
(harian, mingguan, bulanan atau tahunan). Dari citra suhu permukaan laut
(SPL) multitemporal dapat diperoleh informasi tentang pola distribusi
SPL dan upwelling atau front yang merupakan daerah potensi ikan. Dari
citra klorofil-a dapat diperoleh informasi konsentrasi fitoplankton
(mg/m3) dengan nilai yang diwakili oleh degradasi warna yang berbeda.
Diagram alir untuk analisis daerah potensi perikanan disajikan pada
Gambar 8.
KESIMPULAN :
Teknologi penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang
berkembang melalui penelaahan fenomena-fenomena alam dan adanya
keinginan untuk memperoleh informasi global mengenai kondisi bumi pada
umumnya dan perikanan pada khususnya. Terlebih lagi perikanan laut
umumnya mencakup daerah yang luas, remote (jauh) dan sulit diamati
manusia tanpa adanya bantuan teknologi. Sehingga dengan mempelajari
fenomena alam, pada akhirnya dapat mengembangkan teknologi satelit
sebagai salah satu wahana yang dapat digunakan untuk menempatkan sensor
inderaja, sehingga dapat diperoleh informasi yang global mengenai
kondisi perikanan laut nasional maupun internasional. Teknologi ini
dapat menyumbangkan informasi secara kontinu kepada armada nelayan
nasional mengenai daerah potensi perikanan tangkap. Dengan kata lain
produktivitas perikanan nasional dapat ditingkatkan melalui
perkembangkan teknologi ini.
sumber : http://fahmifauzan-fahmi.blogspot.com/2013/01/pemanfaatan-telematika-remote-sensing.html
http://superhugeblog.blogspot.com/2012/10/pemanfaatan-telematika.html
http://www.youtube.com/watch?v=DkV6764xNMQ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar